1.
Tujuan
Percobaan
a. Mahasiswa
dapat melakukan analisis kadar abu dalam suatu bahan pangan.
b. Mahasiswa
dapat mengetahui kadar mineral dalam suatu bahan pangan.
2.
Dasar
Teori
Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya.
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat
dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic
misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat,
nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai
senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah
mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang
dikenal dengan pengabuan.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai
berikut:
a.
Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses
penggolahan
b.
Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
c.
Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan
untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau
membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis
d.
Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya
pasir atau kotoran lain.
Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang
tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal
setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan
berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur
yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila diperoleh sisa
pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan
selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan
dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih
dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan
degan suhu didalam oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai
dingin,barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan.
Penentuan
kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengabuan
cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut .
Mekanisme pengabuan pada percobaan
ini adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Krus porselin adalah
tempat atau wadah yang digunakan dalam pengabuan, karena penggunaannya luas dan
dapat mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan selama
30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a
gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam krus
dan catat sebagai berat b gram. Kemudian dimasukkan dalam tanur pengabuan
sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Pengabuan yang dilakukan didalam muffle
dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
1. Pemanasan
pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan
bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
2. Pemanasan
pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin
tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram.
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram.
Beberapa kelemahan
maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa
kelebihan dari cara langsung, antara lain :
1. Digunakan
untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta
digunakan untuk sample yang relative banyak,
2. Digunakan
untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak
larut dalam asam, dan
3. Tanpa
menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko
akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan
dari cara langsung, antara lain :
1. Membutuhkan
waktu yang lebih lama,
2. Tanpa
penambahan regensia,
3. Memerlukan
suhu yang relatif tinggi, dan
4. Adanya
kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
b. Pengabuan
cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penngabuan.
Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alcohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram.
Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P menguap.
Pengabuan
juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada
metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum sample dimasukkan
dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan
bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sample.
Beberapa kelebihan dan
kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara
tidak langsung, meliputi :
a. Waktu
yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu
yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko
kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah,
d. Dengan
penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan
kadar abu lebih baik.
Sedangkan
kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi:
a. Hanya
dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan
regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan
koreksi terhadap regensia yang digunakan
Pengabuan
sering memerlukan waktu yang lama, untuk mempercepat pengabuan dapat ditempuh
dengan beberapa cara, antara lain:
a.
Mencampurkan bahan dengan pasir kuarsa
murni sebelum pengabuan. Dimaksudkan agar memperbesar permukaan (luas) dan
mempertinggi porositas sampel sehingga kontak oksigen dengan sampel selama
proses pengabuan akan diperbesar. Dengan demikian oksidasi zatzat organik akan
berjalan dengan baik dan cepat sehingga waktu pengabuan dapat dipercepat.
b.
Menambahkan campuran gliserol-gliserol
dan alkohol kedalam sampel sebelum diabukan. Dengan demikian, maka oksidasi
tidak mempengaruhi kadar abu bahan tersebut, artinya gliserol dan alkohol
mempengaruhi oksidasi bahan labih cepat.
3.
Peralatan
dan Bahan
a. Peralatan
yang digunakan
-
Cawan pengabuan terdiri dari platuna,
nikel, atau silika lengkap dengan tutupnya.
-
Tanur pengabuan (furnace)
-
Penjepit cawan
b. Bahan
yang digunakan : terigu dan biskuit
4.
Prosedur
Percobaan
1. Menyiapkan
cawan pengabuan, kemudian membakarnya dalam tanur kurang lebih 1 jam,
mendinginkanyadalam desikator dan menimbang sampai bobot konstan.
2. Menimbang
sebanyak 3 – 5 gram sampel dalam cawan tersebut, menempatkan cawan berisi
contoh di atas hot plate (bunsen listrik), kemudian membakar contoh sampai asap
hilang.
3. Melanjutkan
pengabuan dalam furnace dengan suhu 550- 6000C sampai diperoleh abu
berwarna putih keabuan.
4. Mendinginkan
cawan sampai suhu 100 – 1100C dalam furnace yang telah dimatikan. Mengangkat dan
meninginkan dalam desikator selama 1 jam, kemudian menimbang samapi ketelitian
0,1 mg.
1. Perhitungan
Diketahui
:
Berat
cawan biskuit + tutup :
21,4947 gram
Berat
cawan tepung tapioka + tutup : 21,0085 gram
Berat
sampel biskuit :
4,0320 gram
Berat
sampel tepung tapioka :
4,0963 gram
Berat
cawan + tutup + isi biskuit setelah furnace :
21,97 gram
Berat
cawan + tutup + isi tepung tapioka furnace :
22,1 gram
a. Berat
abu biskuit
= (Berat cawan + tutup
+ isi biskuit setelah furnace) – (Berat cawan + tutup)
= 21,97 gram – 21,4947
gram
= 0,4951 gram
b. Berat
abu tepung tapioka
= (Berat cawan + tutup
+ isi tepung tapioka furnace) – (Berat cawan + tutup)
= 22,1 gram - 21,0085 gram
= 1,0915 gram
c. Kadar
abu biskuit
= berat abu biskuit x 100 %
Berat sampel
= 0,4951 gram x 100 %
4,0320 gram
= 12,27 %
d. Kadar
abu tepung tapioka
= berat abu tepung tapioka x 100 %
Berat sampel
= 1,0915 gram x 100 %
4,0963 gram
= 26,86 %
2. Analisis
Percobaan
Pada praktikum kali ini,proses pengabuan dilakukan
dengan menggunakan Muffle Furnace (tanur) yang memijarkan sampel pada suhu
mencapai 550°C penggunaan tanur karena suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu
yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Sampel yang telah halus ditimbang
3 – 5 gram,sebelum dimasukkan kedalam tanur terlebih dahulu sampel dipanaskan
diatas hot plate tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul
pada saat pengabuan. Untuk kali ini analisis kadar abu total menggunakan bahan
atau sampel berupa tepung tapioka dan biskuit.
Setelah tercapai pengabuan yang dapat ditunjukkan
pada warna yang dihasilkan sampel setelah diarangkan,pada pengabuan sampel
telah menjadi abu berwarna putih abu-abu. Berat abu yang didapat pada sampel
biskuit yakni seberat 0,4951 gram, jauh sekali penurunan berat yang terjadi
karena berat sampel awal 4,0320 gram, serta pada sampel tepung tapioka yakni
seberat 1,0915 gram, jauh sekali penurunan berat yang terjadi karena berat
sampel awal 4,0963 gram berarti selama proses pemanasan awal sampai pada proses
pengabuan telah terjadi penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada
sampel,sehingga yang tersisa hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna
yakni abu.
Pada sampel biskuit didapat kadar abu lebih besar
dibandingkan sampel pada tepung tapioka
yakni sebesar 12,27 % dan 26,86 % yang
dihitung berdasarkan berat kering, Besarnya kadar abu yang didapat
dalam praktikum kali ini, mungkin disebabkan oleh suhu ruang ataupun adanya
ppasir dan kotoran yang terdapat dalam sampel. Untuk itu dilakukan pengujian
kadar abu totol yang memiliki berbagai macam tujuan yakni : menentukan baik
tidaknya suatu proses pengolahan,mengetahui jenis bahan yang digunakan juga
sebagai parameter nilai bahan makanan dan mengetahui adanya abu yang tidak
larut dalamasam yang cukup tinggii menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain
yang terdapat dalam suatu bahan.
3. Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum analisis kadar abu dapat disimpulkan bahwa :
a. Abu adalah
zat orgganik dari sisa hhasil pembakaran suatu bahan organic
b. Proses untuk
menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan
c.
Proses pengabuan dapat dilakukan dengan menggunakan
tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 500-600°C.
4. Daftar
pustaka
- Jobsheet. Teknik
pengolahan pangan. Teknik Kimia. POLSRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar